all about electricity (indonesia)

Load Frequency Control

Minggu yang lalu penulis berkesempatan mengunjungi Java Control Center di P3B Gandul, Cinere, Jakarta. Disana penulis mendapat penjelasan mengenai frekuensi sistem. Seperti yang sudah kita ketahui, jika tegangan v banyak dipengaruhi (dikendalikan) oleh daya reaktif Q (MVAR), maka frekuensi f dipengaruhi oleh daya nyata P (MW).

JCC sendiri fungsi utamanya menurut Sakya dkk:

– Mengendalikan dan memonitor jaringan 500 kV.

– Mengendalikan dan memonitor pembangkit listrik berskala besar

– Memonitor jaringan 150 kV dan 70 kV melalui komunikasi dengan RCC (Regional Control Center)

– Menjalankan fungsi EMS (Energy Management System).

Salah satu permasalahan di sistem Jawa Bali saat ini adalah frekuensi sistem yang naik turun dengan cepat. Penyebabnya sering disebut sebagai generation-load mismatch.

P3B menyebutkan, hal hal yang mempengaruhi beban adalah hari2 dalam seminggu, jam2 dalam sehari, cuaca, event khusus, dll. Mismatch dari perkiraan beban ada yang merupakan variasi lambat yang deterministik dan variasi cepat yang acak. Ketidakseimbangan ini menyebabkan deviasi frekuensi dari frekuensi nominal.

Cara mengendalikan frekuensi ini adalah dengan melakukan pengaturan/regulasi, salah satunya dengan LFC yang erat kaitannya dengan fasilitas AGC (automatic generation control). AGC memungkinkan JCC mengendalikan beban MW pembangkit listrik (Po) dan rentang bebannya (Pr).

Regulasi utama adalah dengan regulasi primer (Governor Free) yang mempunyai sifat :

  • Merespon dengan cepat terjadinya generation-load mismatch
  • Masih terdapat steady state error (deviasi frekuensi) sesuai karakteristik speed droop
  • Mengakibatkan perubahan aliran daya

Sedang regulasi sekunder (LFC: Load Frequency Control)

  • Mengembalikan frekuensi ke nilai nominalnya
  • Secara otomatis mengembalikan power interchange antar area

Pada regulasi primer,

k = (1/s) * (Pnom/fo)

dimana:

k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
Pnom : Daya nominal unit (MW)
fo : Frekuensi referensi (50 Hz)
S : Speed droop

ΔP = – k Δf

dimana:

ΔP : Governor Action
k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
Δf : Deviasi frekuensi (f – fo) (Hz)

Pada regulasi primer ini, speed droop pembangkit ditentukan minimal 5% menurut Aturan Jaringan tahun 2007 (Grid Code). Pembangkit2 hidro biasanya dapat memiliki speed droop hingga 2.5%, sedang pembangkit2 thermal dengan turbin gas sekitar 4%. Yang sulit memenuhi aturan ini adalah pembangkit2 PLTU batubara, kendalanya adalah mungkin umur boilernya yang sudah tua (tidak bisa menerima thermal stress yang ekstrim), bisa juga karena nilai kalor batubaranya yang tidak stabil, atau pertimbangan komersial, misal dalam perjanjian jual beli tenaga listrik atau PPA belum diatur). Pada musim hujan, ketika PLTA dapat beroperasi penuh, frekuensi sistem sangat terbantu kualitasnya oleh reaksi cepat governor turbin2 air.

Sedang pada regulasi sekunder,

Pg = Po + N Pr – k Δf

Dimana:

Pg : Daya keluaran unit pembangkit (MW)
Po : Set point (MW)
Pr  : Rentang regulasi (MW)
N : Level isyarat (output PI controller ACE)
k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
Δf : Deviasi frekuensi (f – fo) (Hz)

Misal sebuah pembangkit listrik punya Po = 400 MW dan Pr = 15 MW, maka pembangkit ini secara otomatis dapat naik dan turun bebannya dari 385 MW sampai dengan 415 MW, mengikuti naik turunnya frekuensi sistem. Ketika frekuensi kurang dari 50 Hz, beban akan lebih dari 400 MW, sedang ketika f > 50 Hz, load akan < 400 MW, ditandai dengan nilai N yang bergerak di antara -1<N<1.

Ilustrasi di atas menjelaskan apa yang terjadi ketika beban sistem tiba-tiba naik. Tanpa regulasi frekuensi akan turun terus. Dengan regulasi primer (governor free), dalam waktu sekitar < 20 detik frekuensi dapat ditahan. Namun selama demand > supply maka akan tetap ada Δf. Hal ini dapat diatasi jika sistem juga punya regulasi sekunder (LFC). Dalam waktu 1-2 menit frekuensi akan kembali ke nominal ketika pembangkit2 listrik yang mengaktifkan LFC-nya mulai berkontribusi menyumbang daya ke sistem. Lebih jauh tentang regulasi ini dapat dibaca di file di situs UCTE.

Comments on: "Load Frequency Control" (28)

  1. nice info..

  2. terima kasih atas infonya pak. klo artikel tentang pengaturan VAR untuk mengendalikan tegangan sistem ada tidak Pak? Saat ini Saya membutuhkan terutama pengaturan pada sisi pembangkit (penggunaan AVR dan tap changer trafo daya). Mohon infonya Pak.
    terima kasih
    -munir-

    • Pak Munir,

      Artikel pengaturan VAR saya punya beberapa. Mudah2an bisa saya sempatkan tulis ulang, namun minggu2 ini saya masih belum bisa meluangkan waktu untuk menulis.

      Ide dasar pengaturan tegangan, jika kontribusinya dari pembangkit, adalah adanya mekanisme suplai dan serap VAR otomatis dari AVR. Biasanya AVR melihat/mengatur tegangan bus yang paling dekat dengan pembangkit, meski secara teoritis bisa saja yang diatur tegangan di bus yang jauh.

      Masalah tap changer di trafo step up pembangkit ke switchyard juga menarik, karena trafo yang tap changernya cuma bisa diubah secara offline kadang bermasalah ketika kondisi tegangan sistem berubah drastis. Pengalaman pribadi saya, kami pernah mengalami situasi dimana sebuah generator tidak bisa sinkron dengan grid karena deviasi tegangan yang besar. Hal ini diatasi dengan merubah tap trafo tsb.

  3. terima kasih atas penjelasan bapak,
    saat ini saya sedang studi mengenai pemilihan pengaturan tegangan melalui AVR atau OLTC (On Load Tap Changer), pada kondisi seperti apa masing2 digunakan dan apa pengaruhnya terhadap pembangkit. Setahu saya klo AVR bermain di eksitasi generator, sehingga berpengaruh pada VAR , seangkan OLTC di tap trafo sehinga relatif tidak mempengaruhi generator, kira2 mana yg lebih diutamakan?
    mungkin hal ni bisa menjadi bahan diskusi
    salam
    -munir-

    • Terima kasih pak Munir untuk diskusinya.

      Saya yakin studi bapak akan sangat menarik, syukur2 kalau nanti sudah jadi, saya bisa ikut membaca/mengetahui hasilnya 🙂

      Pendapat saya pribadi, mana yang lebih didahulukan, bergantung dari sisi mana kita mengambil keputusan.

      Jika saya adalah operator sistem, maka saya akan mengoptimalkan dulu suplai/serap VAR dari pembangkit. Alasannya lebih pada faktor security. Operator sistem idealnya tahu persis kemampuan generator pembangkit, namun terkadang antara kenyataan dan yang dideklarasikan pembangkit ada perbedaan. Akibatnya, lebih aman jika operator sistem memaksimalkan kapabilitas generator baru menggunakan sumber daya yang lain, seperti memainkan trafo OLTC, SVC, TCSC dll.

      Keuntungan lain adalah jika tap OLTC tidak berada pada tap max atau min-nya, kemungkinan bisa terjadi voltage collapse yang tiba-tiba, tanpa disadari operator akan bisa diminimalisir. Bisa terjadi kasus, tap trafo OLTC sudah pada titik max/min, tegangan masih terlihat normal, begitu ada perubahan konsumsi tegangan VAR yang mendadak, tegangan mendadak jatuh karena sudah berada di ujung titik hidung/nose point QV curve (jadi perlu dipertimbangkan dari system stability juga). Trafo OLTC juga lebih pendek umurnya dibanding yang offline untuk pindah tapnya, karena minyak trafonya lebih cepat aging jika sering pindah2 tap.

      Namun jika saya adalah utility pengelola pembangkit, tentu saja saya berharap operator sistem lebih dulu memainkan trafo OLTC yang ada sebelum memainkan VAR pembangkit.

      Bacaan yang bagus untuk hal ini:
      Power System Stability and Control, P Kundur, bab 11 dan 14.
      C. W. Taylor, Power System Voltage Stability. New York: McGraw-Hill, Inc., 1994

  4. Terima kasih juga pak atas penjelasannya, jadi makin menarik sepertinya 🙂
    dari penjelasan bapak yang saya tangkap selama masih dalam capability curve, generator aman untuk dimainkan eksitasinya. apakah hal ini tidak mempengaruhi suhu lilitan di generator? Kalau menggunakan OLTC kan pengaturan tegangan tidak di generator sehingga eksitasi bisa tetap dan suhu lilitan generator stabil.
    Setahu saya biasanya perubahan tegangan tiap step OLTC signifikan sehingga hanya dengan mengubah 1 atau 2 step saja bisa mengatasi perubahan tegangan jaringan yang besar, dan biasanya jumlah step OLTC cukup banyak (bisa sampai 17 step). Selain itu umur pemakaian OLTC biasanya cukup panjang (bisa sampai 50.000x kerja), jadi sepertinya tidak masalah kalau sering dipakai.

  5. Mas kalo mw cari Buku Hadi Saadat,…jualnya dimana yach mas????
    Kalo Misalnya Di Pertamina ada Guna juga ga sie mas Load Frequency Control yg dibahas kayak diatas,..
    kalo ada Mohon Replay Ke Email Saya,..
    Saya Mw itu buat bahan Kerja Praktek Saya Ke Pertamina???

    • Kalau buku asli, dulu saya sering beli di Toko buku Kusuma, Jl Tawakal Raya 24, Grogol, belakang Univ. Trisakti, Jakarta, Telepon (021) 5660960. Kalaupun sedang tidak ada stock, kita bisa pesan disini, cuma harganya mungkin cukup mahal $133.87.

      Kalau buku bajakan, mungkin ada di toko buku/fotokopi Dunia Baru, Tamansari, Bandung, cuma saya ngga yakin ada, karena versi softcopy yang lengkap untuk buku ini belum ada.

  6. Wah diskusinya seru juga….boleh ikutan juga ya…
    Saya mou tanya pada jaringan transmisi kalou tegangan rendah dan frekuensi rendah itu disebabkan oleh apa? dan kalau sebaliknya juga disebabkan oleh apa? gimana penanggulangannya untuk disisi pembangkit dan disisi transmisi?trims…kalau kami di pembangkit selalu melihat power faktor, dan memperbaikinya dengan mengatur tegangan generator?

    • Mohon maaf pak arobi, baru saya reply sekarang. Secara singkat,

      frekuensi ~ MW
      tegangan ~ MVAR

      jadi frekuensi rendah atau < 50 Hz artinya supply daya (MW) < demand / load (MW),

      sedang tegangan rendah atau < V nominal artinya (biasanya) suplai MVAR < demand MVAR

      dan sebaliknya.

      Penanggulangannya, tentu saja operator sistem akan berusaha mencapai "supply" = "demand", dengan mengatur sisi supply (pembangkit) atau demand (konsumen) jika terpaksa.

      Khusus di pembangkit, mungkin bapak telah mengetahui, ketika hari-hari biasa, P3B biasanya akan meminta supply MVAR dalam jumlah tertentu (konsumsi industri besar). Namun di hari raya besar, seperti Idul Fitri, pembangkit justru diminta menyerap MVAR (konsumsi MVAR turun drastis, malah ditambah ada suplai MVAR dari kapasitansi yang timbul di transmisi) dengan cara menurunkan tegangan terminal generator.

      Semua itu bertujuan agar sistem selalu tetap dalam keadaan setimbang/equilibrium.

  7. wah.. menarik ini pak..

    kalo menentukan nilai k/faktor partisipasi (MW/Hz)
    ada rumusnya gak??

    • Berapa MW kontribusi untuk setiap perubahan Hz frekuensi, bisa dilihat dari speed droop-nya pak, jika unit tersebut dioperasikan dengan mode Governor Free.
      Dalam aturan jaringan STL JB / Grid Code ditentukan speed droop pembangkit thermal minimal 5%. Artinya jika sebuah unit besarnya 600 MW, maka unit tersebut akan berkontribusi 600 MW / (5% x 50 Hz) = 240 MW / Hz atau dalam rentang operasi normal menurut Grid Code yang 50 +/- 0.2 Hz, maka unit tersebut akan berkontribusi 48 MW / 0.2 Hz.

  8. kalau dalam sistem yang terinterkoneksi, penghitungan speed dropnya gimana pak?

    untuk contoh di atas apakah ada pengaruh dengan perubahan nilai beban puncak?

  9. bahasannya menarik nich,.gabung y pak,.sedikit bertanya,.kenapa dalam setiap sistem pada pembangkit memiliki nilai KVAR? bukan kah nilai KVAR ini dianggap merugikan bagi setiap pengguna (losses) .faktor apa j yang menyebabkan terjadinya nilai KVAR,.untuk mengurangi nilai tersebut harus menggunakan Kapasitor bank,.Apakah pada Kapasitor bank tesebut memiliki jumlah batas maksimal untuk memperoleh faktor daya 0.99?? apakah tanpa kapasitor bank nilai KVAR tidak dapat ditiadakan,.??? terima kasih mohon pencerahannya,.,dan mohon izin artikel bapak saya tulis ulang kembali pada blog saya

  10. @gilang: kVAR tetap dibutuhkan oleh konsumen, terutama industri2 yang menggunakan motor. Motor (beban) akan menyerap kVAR untuk membangkitkan medan magnet yang digunakan untuk memutar rotor. Tetapi memang benar jika kVAR terlalu besar akan merugikan. Oleh karena itu di sisi pembangkit ada AVR yang digunakan untuk mengatur eksitasi generator yang fungsinya mengendalikan nilai kVAR ini.

    Untuk kapasitor bank, memang ada batasnya sesuai spesifikasi. Misalnya 60 kVAR. Berarti dia hanya bisa mengkompensasi sistem 60 kVAR saja. jika kVAR sistem lebih tinggi (>60) maka faktor daya tidak akan mencapai 0.99.

    nilai kVAR bisa ditiadakan dengan cara mengatur AVR di pembangkit supaya tidak menghasilkan kVAR, atau dengan jaringan transmisi yang panjang (efek kapasitansi)

    • yup benar bung munir, kvar di butuhkan untuk beban yg berputar, penggunaan capasitor brtujuan untuk menghasilkan kvar yang mana akan di suplay untuk beban2 yang berputar sehingga di generator atau transformator beban aktif bisa dinaikkan tp mau nanya nih…. mang penggunaan avr ga ada efek negatifnya yah???

  11. Mau ikutan nanya…….
    Untuk mencari besar potensi daya air pada sebuah PLTA dengan rumus:
    P=y.Q.h
    dimana
    y= Berat jenis (N/m3)
    Q= Debit (m3/s)
    h= Head (m)
    jika dihitung potensi daya air tersebut akan menghasilkan satuan (watt atau hp)

    bisa dijelaskan mengapa bisa menjadi satuan watt sedangkan satuan dari masing2 berat jenis, debit dan head adalah berbeda-beda… trimaksih…………..

  12. itonugroho said:

    waa sangat menarik penjelasan dri bapak nh..
    saya mw ikutan bertanya ya..
    pada saat awal2 di dirikan pembangkit sebelum beroperasi pasti (biasanya) banyak melakukan test & comissioning, salah satuNya kan ada pengetesan LFC ini..
    di pembangkit saya tmpat bekerja prnah melakukan test parameter LFC,,

    JCC—RTU di pembangkit—DCS

    tp parameter LFC Req ON (RC) dan LFC Req OFF (RC) tidak bisa melakukan komunikasi (Not OK) tidak saling mngirim sinyal..
    apakah biasaNy penyebab hal itu bsa terjadi ya?? padahal parameter yg laen bsa komunikasi..
    bgaimana yg seharusNya di lakukan?? apa kah ad pngecekan2 terlebih dahulu..
    mohon bimbinganNya pak..
    trima ksih

  13. Mau tanya pak, kalau dalam sistem yang terinterkoneksi, penghitungan speed dropnya gimana?
    menentukan nilai k/faktor partisipasi (MW/Hz) tiap unit gimana?
    misal system total 10.000MW unit yang memberi kontribusi total
    – 5 unit masing2 600 MW speed droop 5%
    – 5 unit masing2 300 MW speed droop 5%
    – 5 unit masing2 100 MW speed droop 5%
    berapa kontribusi masing2 unit setiap perubahan frekuensi ( MW/Hz)

    kalau nilai speed droop berbeda2 bagaimana perhitungannya
    misal system total 10.000MW unit yang memberi kontribusi total
    – 5 unit masing2 600 MW speed droop 5%
    – 5 unit masing2 300 MW speed droop 4%
    – 5 unit masing2 100 MW speed droop 3%
    berapa kontribusi masing2 unit setiap perubahan frekuensi ( MW/Hz)

    • Wa’alaikum salaam pak Bambang..

      Pertanyaannya mirip soal ujian ya 🙂

      10000 MW ~ 50 Hz
      1 Hz ~ 10000 MW / 50 = 200 MW <– k total = 200 MW/Hz

      untuk yang bagian I, dimana speed droop tiap pembangkit sama = 5%
      5% ~ 50 Hz x 5 % = 2.5 Hz

      jika ki adalah faktor partisipasi individual jika tidak ada pembangkit lain yang berpartisipasi dan kip adalah faktor partisipasi secara plant,

      @ 600 MW ~ 2.5 Hz –> ki = 600/2.5 = 240 MW/Hz
      utk 5 unit kip = 5 x 240 MW/Hz = 1200 MW/Hz

      @ 300 MW ~ 2.5 Hz –> ki = 300/2.5 = 120 MW/Hz
      utk 5 unit kip = 5 x 120 MW/Hz = 600 MW/Hz

      @ 100 MW ~ 2.5 Hz –> ki = 100/2.5 = 40 MW/Hz
      utk 5 unit kip = 5 x 40 MW/Hz = 200 MW/Hz

      karena semua unit berpartisipasi, maka perubahan 1 Hz di sistem setara 200 MW disumbang secara proposional:

      ki total = 1200 + 600 + 200 = 2000 MW/Hz ~ 200 MW/Hz
      sehingga secara aktual k = 200/2000 kip = 0.1 kip

      @600 MW k aktual = 0.1 x 240 MW/Hz = 24 MW/Hz

      @300 MW k aktual = 0.1 x 120 MW/Hz = 12 MW/Hz

      @100 MW k aktual = 0.1 x 40 MW/Hz = 4 MW/Hz

      Artinya jika frekuensi berubah 1 Hz, unit 600 MW akan menyumbang ke sistem sebesar 24 MW dst.

      Jika anda jumlahkan k total akan = 200 MW/Hz

      Untuk bagian kedua, silakan pak Bambang coba untuk latihan dengan analogi seperti perhitungan saya diatas.

      M. Imaduddin

  14. Zakky Anshary said:

    makasi artikelnya Pak..

    ada yang mau ditanyain Pak… Kalo ada pembangkit yg beroperasi dengan mode operasi Base-Load, apa pembakit tersebut memiliki sistem regulasi primer (free governor)? misalkan saja pembangkit tersebut PLTP dengan kapasitas 45 MW…

  15. Firman Pahrizal said:

    mau tanya pak, bagaimana jika pada suatu plant ada 5 pembangkit yang terinterkoneksi melalui sistem ring 33 kV dan diturunkan ke 11kV kemudian salah satu pembangkitnya mengalami kenaikan tegangan yang tiba tiba sehingga ada indikasi alarm over excitation, padahal pada sistem tidak ada permintaan VAR maupun penambahan beban-beban motor yang besar dan secara serentak,sistem exsitasi sudah dicek keseluruhan dan CT maupun VT tidak ada yang rusak…apa ada penyebab lain ya pak? mohon pencerahannya

  16. din, nih gw randy. Lo punya blog nih? Ada yang kurang sedikit dari tulisan mu, itu mengenai regulasi sekunder, karena regulasi sekunder itulah makanya dispacther dapat mengendalikan frekuensi sistem secara real time dan secara otomatis dengan paramemeter unjuk kerja berupa MW netto pembangkit yang datanya dikirim melalui SCADA dan diproses melalui Server di JCC dan interface aplikasi Sinaut Spectrum. Klo mau detail nya silakan main-main ke tempat gw lah. Nanti InsyaAllah gw kasih tau apa yang gw tau.

  17. Assalamu’alaikum…. Pak
    Pak, apa bisa saya minta dikirim bahan-bahan tentang LFC atau link open acces nya ke alamat email saya : illaramuddin.ishak@yahoo.com

    Terima kasih

  18. jonny marantika said:

    speed droop apa sama dengan gov free pak, thanks

  19. maaf, bisa tolong update link, karena tidak bisa dibuka situs UCTE.

  20. Pak, boleh tahu buku referensi (luar dan dalam negeri) dari formula d bawah ini? Dan jika ada saran buku referensi tentang setting/kalkulasi load ramp, deadband load, speed droop, dll pada pembangkit. Terima kasih

    Pada regulasi primer,

    k = (1/s) * (Pnom/fo)

    dimana:

    k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
    Pnom : Daya nominal unit (MW)
    fo : Frekuensi referensi (50 Hz)
    S : Speed droop

    ΔP = – k Δf

    dimana:

    ΔP : Governor Action
    k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
    Δf : Deviasi frekuensi (f – fo) (Hz)

    regulasi sekunder,

    Pg = Po + N Pr – k Δf

    Dimana:

    Pg : Daya keluaran unit pembangkit (MW)
    Po : Set point (MW)
    Pr : Rentang regulasi (MW)
    N : Level isyarat (output PI controller ACE)
    k : Faktor partisipasi (MW/Hz)
    Δf : Deviasi frekuensi (f – fo) (Hz)

Tinggalkan komentar

Nulis Apaan Aja Deh

all about electricity (indonesia)